PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang Masalah
Pembelajaran bahasa tidak
berlangsung secara mulus. Artinya, pembelajaran bahasa dilaksanakana dengan
berbagai kondisi itu dapat terkait dengan peserta didik, guru, dan bahan
ajarnya. Terkait dengan peserta didik, pembelajaran bahasa diikuti peserta
didik yang beragam kemampuannya dan latar belakang bahasa yang dikuasainya atau
bahasa ibunya. Dengan berbagai latarbelakang kemampuan, tentu akan menyebabkan
tidak seragam dalam menguasai bahasa yang dipelajarinya. Terkait dengan guru
yang beragam akan meyebabkan terjadinya kesalahan berbahasa peserta didik. Guru
yang menguasai bahasa yang diajarkan dan yang jelas dalam menyampaikan
materinya akan mempermudah peserta didik dalam mempelajari bahasanya.
Pada analisis kesalahan berbahasa
ruang lingkupnya sangat luas. Namun , dari ruang lingkup yang luas itu,
pemakaian bahasa dapat dibuat penjenjangan dengan memperhatikan tataran
linguistic, yakni fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Dalam makalah
ini akan membahas tentang kesalahan dibidang morfologi. Analisis kesalahan
dibidang morfologi merupakan kegiatan mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan
menginterpretasi kesalahan pada bidang morfologi. Analisis kesalahan kesalahan
berbahasa ini meliputi, antara lain analisis kesalahan yang berhubungan dengan
penggunaan morfem kata, dan semua derivasinya. Dari morvem dan kata yang
dimaksud adalah proses penambahan afiks (baik prefix, infiks, sufiks, maupun
konfiks atau simulfiks), proses pengulangan atau reduplikasi, dan penggabungan
atau komposisi.
Analisis
kesalahan dalam bidang morfologi adanya kesalahan penulisan afiks atau imbuhan,
kesalahan penulisan kata depan, dan kesalahan karena pleonasme.untuk lebih
jelasnya dalam mengulas kesalahan dibidang morfologi akan dijelaskan dibawah
ini.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa saja kesalahan penulisan
afiks atau imbuhan dalam bidang morfologi?
2. Bagaimana kesalahan
penulisan kata depan dalam bidang morfologi?
3. Bagaimanakah bentuk kesalahan
karena pleonasme atau kesalahan penulis dalam
bidang morfologi?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui kesalahan penulisan afiks atau imbuhan dalam bidang morfologi.
2. Guna mengetahui kesalahan
penulisan kata depan dalam bidang morfologi.
3. Untuk mengetahui bentuk kesalahan karena
pleonasme atau kesalahan penulis dalam bidang morfologi.
PEMBAHASAN
A. Kesalahan Penulisan Afiks
Kesalahan pada daerah morfologi
berhubungan dengan tata bentuk tata. Dalam bahasa Indonesia kesalahan pada
bentuk morfologi berhubungan derivasi, diksi, kontaminasi dan pleonasme
(Pateda, 1989:53). Kesalahan yang berhubungan dengan derivasi, di antaranya
kesalalahan yang terkait afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Kesalahan yang
ada kaitannya dengan afiksasi berupa penambahan prefiks, infiks, sufiks, atau
simulfiks (konfiks). Berikut ini dibahas pada bidang morfologi secara lebih
mendalam.
1.
Kesalahan Perfiks meN-
Kata dasar yang berfonem awal /p/,
/s/, /k/, atau /t/ sering dijumpai tidak luluh jika mendapat awalan meng- atau peng- seperti kata mentargetkan.
Menurut kaidah bahasa Indonesia fonem itu seharusnya lebur menjadi sengau,
yaitu /p/ menjadi /m/, /s/ menjadi /ny/, /k/ menjadi /ng/, dan /t/ menjadi /n/.
Sebagian pemakai bahasa mengatakan atau menuliskan bentukan-bentukan itu
seperti berikut.
Bentuk salah :
(1) Pemerintah mentargetkan bangsa Indonesia pada tahun 2015 dapat lepas landas
dalam segala segi kehidupan seperti kehidupan: sosial, ekonomi, politik
pertahanan, keamanan dan kebudayaan.
(2) Bangsa Indonesia mampu mengkikis habis paham liberal sampai ke
akar – akarnya.
(3) Mereka dituduh mensabot kebijakksanaan pemerintahnya.
(4) Para pemilik kendaraan diminta memparkir kendaraannya di tempat yang
sudah disediakan.
Bentuk benar
(1a) Pemerintah menargetkan bangsa Indonesia pada tahun
2015 dapat lepas landas dalam segala
segi kehidupan seperti kehidupan; sosial, ekonomi, politik, pertahanan,
keamanan dan kebudayaan.
(2a) Bangsa Indonesia mampu mengikis habis paham liberal sampai ke akar – akarnya.
(3a) Mereka dituduh menyabot kebijakksanaan pemerintahnya.
(4a) Para pemilik kendaraan diminta
memarkir kendaraannya di tempat yang
sudah disediakan.
Awalan meng-
akan menjadi menge- jika bertemu
dengan kata dasar yang bersuku satu,
seperti las, cat, pel, bom, lap, sah,
tes, dan cap. Demikian juga, kata dasar itu diberi imbuhan peng- atau peng-..an, akan menjadi penge-
dan penge-an. Akan tetapi, yang
sering kita temukan adalah bentuk yang tidak mengikuti kaidah itu, seperti mensahkan dan mengecek.
Misalnya:
(5) Dewan Perwakilan Rakyat sudah mensahkan Undang –Undang Perpajakan.
(6) Pegawai tata usaha sibuk mencap surat – surat yang akan dikirim
ke daerah.
(7) Setiap hari pembantu kami rajin menlap kaca jendela.
Kata dasar yang berfonem awalan p, s, t, atau k, jika
mendapat imbuhan meng- fonem itu akan
luluh, masing – masing menjadi m, ny, n
atau ng. jadi, kalau tidak mengikuti
kaidah di atas, yaitu meng- menjadi menge- dan peng- menjadi penge-, dan peng-…an menjadi penge-…an.
(5a)
Kata dasar Dewan Perwakilan Rakyat sudah mengesahkan
Undang –Undang Perpajakan.
(6a) Pegawai tata usaha sibuk mengecap surat – surat yang akan dikirim ke daerah.
(7a) Setiap hari pembantu kami rajin mengelap kaca jendela.
Apabila afiks meN-
melekat pada dasar yang berlawanan dengan fonem /c/ banyak yang menjadi luluh. Hal ini terlihat seperti bentuk menyolok, menyuci, dan menyukur. Padahal, menurut kaidah fonem
ini tidak luluh jika mendapat awalan meN-
Bentuk salah:
(8) Ibu menyicil
pembayaran sepeda motor
(9) Adik menyuci
baju sekolahnya
(10) Ayah menyukur
rambut adik
Bentuk
benar:
(8a) Ibu mencicil
pembayaran sepeda motor
(9a) Adik mencuci
baju sekolahnya
(10a) Ayah mencukur
rambut adik
2.
Penulisan Gabungan Perfiks meN- dengan Sufiks –kan
Bentuk ungkapan memasyarakatkan olagraga dan mengolahragakan
masyarakat sepintas lalu tampak tepat dan sedap didengar karena ada unsur
rima dan harmonis. Untuk menguji benar atau tidak ungkapan itu, kita dapat
membuat bentuk lain sebagai bandingan. Misalnya ialah mengerumahkan karyawan dengan mengaryawankan
rumah serta memasyarakatkan ternak
dengan menernakkan masyarakat.
Unsur pembentuk memasyarakatkan
adalah pefiks meN- dan sufiks –kan secara bertahap diletakkan pada kata
masyarakat; unsur mengolahragakan adalah pefiks meN- dan sufiks –kan yang
diletakkan pada olah raga (Arifin dan Farid Hadi, 1991).
Bentuk salah :
(11)
Memasyarakatkan
olahraga dan mengolahragakan
masya-rakat.
(12)
Memasyarakatkan
KB dan meng-KB-kan masyarakat
(13)
Memasyarakatkan
komputer dan mengkomputerkan
masya-rakat
Jika
imbukan itu menghendaki agar masyarakat berolahraga, bentuk yang benar adalah
memperolahragakan masyarakat. Selanjutya, memper-KB-kan dan memperkomputerkan.
Bentuk
benar:
(11a) Memasyarakatkan olahraga dan memperolahragakan masya-rakat.
(12a) Memasyarakatkan KB dan memper-KB-kan masyarakat
(13a) Memasyarakatkan komputer dan memperkomputerkan masya-rakat
Cirri ini dipilih jika kita ingin
membolak balikkan dua kata resmi untuk mencapai maksud tertentu. Akan tetapi,
itu bukan satu – satunya cara yang dapat dipakai karena masih banyak
pengungkapan lain yang lebih baik.
3.
Penulisan Perfiks ter-
Kata – kata yang seharusnya
berpefiks ter- sering diberi berfiks ke-. Pada umumnya kesalahan itu terjadi
karena kekurangcermatan dalam memilih awalan yang tepat. Pada umumnya kesalahan
itu terjadi karena pemakai bahasa terpengaruh oleh struktur bahasa daerah
(jawa/sunda). Kata – kata yang dicetak miring di bawah ini sering di jumpai
dalam bahasa lisan yang tidak resmi. Akan tetapi, jika dalam bahasa lisan yang
resmi, apalagi dalam bahasa tulis yang resmi, pemakaian kata – kata itu jelas
tidak tepat.
Bentuk salah:
(14)
Kamu jangan ketawa terus
(15)
Pengendara sepeda motor itu meninggal karena ketabrak mobil dari arah berlawanan
(16)
Pasar itu musnah kebakar tadi malam
karena kompor gas meledak
Bentuk
benar:
(14a)
Kamu jangan tertawa terus
(15a)
Pengendara sepeda motor itu meninggal karena tertabrak mobil dari arah berlawanan
(16a)
Pasar itu musnah terbakar tadi malam
karena kompor gas meledak
4. Penulisan
Gabungan Perfiks di- dengan sufiks –kan
Perhatikanlah
contoh (17) hingga (18) berikut ini.
Bentuk
salah:
(17)
Rumah ini di kontrakkan
(18)
Bus Jati mulya meluncurdengan kencang sehingga tabrakan pun tidak bisa di elakan
Bentuk
benar:
(17a)
Rumah ini dikontrakkan
(18a)
Bus Jati mulya meluncurdengan kencang sehingga tabrakan pun tidak bisa dielakan
5. Penulisan
Sufiks –wan
Pemakai bahasa sering menulis
sufiks -wan yang ditambahkan pada
kata dasar yang tidak tepat. Misalnya ialah kata rohaniawan sebenarnya berasal dari kata rohani, bukan rohaniah. Di
sini seperti pemakai bahasa itu mengacaukan antara kata dasar rohani dan rohaniah. Dikiranya kata dasar adalah rohaniah + wan > rohaniawan. Demikian juga kata ilmiawan. Dikiranya kata dasarnya ilmiah + wan > ilmiawan.
Padahal, kedua kata tersebut masing-masing berasal dari rohani + wan > rohaniawan dan ilmu + wan > ilmuwan.
Bentuk salah:
(19)
Untuk membina mental generasi muda diperlukan peranan aktif para rohaniawan.
(20) Para ilmiawan dari berbagai bidang sepakat untuk lebih mendalami
bidangnya masing-masing.
Bentuk benar:
(19a)
Untuk membina mental generasi muda diperlukan peranan aktif para rohaniwan.
(20a) Para ilmuwan dari berbagai bidang sepakat untuk lebih mendalami bidangnya
masing-masing.
6. Penulisan
Prefiks ber-
Jika kata-kata tanpa prefiks ber-, dalam bahasa tulis atau lisan
ragam resmi, bentuk kata-kata itu tentu tidak benar. Kata jumpa, kumpul, dan bicara tidak pernah berdiri sendiri.
Kata itu hadir bersama dengan prefiks ber-
atau bentuk lainnya.
Misalnya:
Bentuk salah:
(21)
Sampai jumpa lagi di ibukota
tercinta.
(22)
Ketika saya datang, mereka sudah kumpul
di rumah.
(23)
Silahkan saudara bicara dengan
terus terang di depan petugas.
Bentuk benar:
(21a) Sampai berjumpa lagi di ibukota tercinta.
(22a) Ketika saya datang, mereka sudah berkumpul di rumah.
(23a) Silahkan saudara berbicara dengan terus terang di depan
petugas.
7. Pemakaian
Sufiks -ir
Pemakaian sufiks -ir sangat produktif dalam penggunaan
bahasa Indonesia sehari-hari. Dalam bahasa Indonesia baku akhiran yang tepat
untuk pandanan sufiks -ir adalah -asi atau isasi. Jadi, bentuk yang baku dilegalisasi
(Belanda) atau dari kata benda legalization
(Inggris). Jika kata benda legalisasi
ini dijadikan kata kerja ditambah imbuhan me-
atau di-, hasilnya menjadi melegalisasi atau dilegalisasi.
Misalnya:
Bentuk salah:
(24) Ijazah Saudara harus dilegalisir dahulu oleh Dekan Fakultas
Ekonomi, Universitas Swantara.
(25)
Perbuatan maksiat sebaiknya tidak usah dilokalisir.
(26)
Saya sanggup mengkoordinir
kegiatan itu.
Kata-kata yang dicetak miring
memang tampaknya lebih mudah diucapkan atau dituliskan, lebih-lebih bagi
pemakai bahasa yang pernah mempelajari bahasa Belanda. Dalam bahasa Indonesia
baku, kata-kata tersebut sebagai berikut.
Bentuk benar:
(24a) Ijazah Saudara harus dilegalisasi dahulu oleh Degan Fakultas
Ekonomi, Universitas Swantara.
(25a) Perbuatan maksiat sebaiknya tidak
usah dilokalisasi.
(26a) Saya sanggup mengkoordinasi kegiatan itu.
8. Pemakaian
Sufiks -an
Sufiks -an yang melekat pada kata kerja mengandung arti, antara lain,
‘hasil’ atau ‘yang di’, seperti tampak pada kata sitaan ‘hasil menyita’ atau ‘uang yang disita’; tulisan ‘hasil menulis atau ditulis’.
Kata yang betul adalah anutan, bukan panutan sebab berasal dari kata anut yang mendapat sufiks -an yang berarti ‘hasil menganut’ atau
‘yang dianut’.
Misalnya:
Bentuk salah:
(27)
Seorang tokoh yang misalnya, sering muncul dalam acara televisi sebagai
idola dan panutan masyarakat karena
banyak mengajarkan kebajikan tiba-tiba diketahui gantung diri akibat terjerat
utang.
Bentuk benar:
(27a) Seorang tokoh yang misalnya,
sering muncul dalam acara televisi sebagai idola dan anutan masyarakat karena banyak mengajarkan kebajikan tiba-tiba
diketahui gantung diri akibat terjerat utang.
9. Pemakaian
Sufiks -kan
Dalam bahasa Indonesia terdapat
sejumlah kata yang berakhiran dengan fonem /k/ seperti kontrak, suntik, dan sebagainya.
Kata-kata seperti itu jika diberi akhiran -kan,
tentu saja harus memiliki dua /k/, yakni fonem /k/ yang pertama dari dasar dan
/k/ yang berasal dari sufiks -kan.
Selain
itu, perlu ditekankan di sini bahwa
sufiks -kan biasanya berpasangan
dengan prefiks meng- atau di- menjadi menge-…-kan atau di-…-kan.
Misalnya:
Bentuk
salah:
(28) Rumah ini akan dikontrakan.
(29)
Kita sebagai karyawan yang baik tidak akan mencampuradukan urusan kantor dan urusan pribadi.
Bentuk benar:
(28a)
Rumah ini akan dikontrakkan.
(29a) Kita sebagai karyawan yang baik
tidak akan mencampuradukkan urusan
kantor dan urusan pribadi.
10. Pemakaian
Sufiks -asi atau -isasi
Pada
kata turinisasi, lelenisasi, dan neonisasi
merupakan bentuk-bentuk yang menyalahi aturan bahasa kita. Telah disebutkan
kalau sufiks -asi atau -isasi digunakan untuk menggantikan
sufiks -ir yang berasal dari bahasa
asing. Oleh karena itu, akhiran -asi
atau -isasi yang digabungkan dengan
bahasa Indonesia seperti turi, lele, dan neon bukanlah cara yang tepat.
Misalnya:
Bentuk
salah:
(30) Usaha penanaman turinisasi
(31) Usaha peternakan lelenisasi
(32)
Usaha pemasangan neonisasi
Bentuk benar:
(30a)
Usaha penanaman turi
(31a)
Usaha peternakan lele
(32a) Usaha pemasangan neon
11. Pemakaian
Sufiks -nya
Kata
tentunya dan karenanya hanya digunakan dalam bahasa lisan atau bahasa cakapan
yang tidak resmi. Kata seperti itu mungkin merupakan pengaruh bahasa Jawa tentune dan sebabe atau pengganti bahasa Sunda tangtuna dan sababna.
Dalam
bahasa yang baku kita harus menggunakan kata tentu, tanpa sufiks -nya.
Misalnya:
Bentuk
salah:
(33) Saya belum mengetahui secara pasti kekuatan
Indonesia, namun tentunya cukup
bagus.
(34)
Bekal yang hanya bersifat pengantar seperti ini tentunya tidak dapat dijadikan landasan yang kuat untuk mengadakan
penelitian yang mendalam.
Bentuk benar:
(33a) Saya belum mengetahui secara
pasti kekuatan Indonesia, namun tentu
cukup bagus.
(34a) Bekal yang hanya bersifat
pengantar seperti ini tentu tidak
dapat dijadikan landasan yang kuat untuk mengadakan penelitian yang mendalam.
12. Pemakaian Simufiks ke-/-an
Kata yang berfonem akhir /k/ tetap hanya memiliki satu bunyi /k/ jika sufiks yang ditambah kepadanya –an
Bentuk salah
(35) Alasannya, yang penting ada kecocokkan di antara keduanya.
(36) Orang tuanya berkedudukkan sebagai kepala desa di daerahnya.
(37) Supaya masuk surga kita harus
melakukan kebaikkan.
(38) Pekerjaan ini merupakan tugas Dinas kependidikkan.
Bentuk benar
(35a)Aalasannya, yang penting ada kecocokan di antara keduanya.
(36a) Orang tuanya berkedudukan sebagai kepala desa di daerahnya.
(37a) Supaya masuk surga kita harus
melakukan kebaikan.
(38a) Pekerjaan ini merupakan tugas Dinas kependidikan.
13. Pemakaian Simufiks per-/-an
Kata perorangan
dibentuk dari kata orang dan per-/-an.
Maka yang dikandung per-/-an adalah
‘hal buku’, persawahan bermakna
‘kumpulan sawah’. Jika beranalogi pada perbukuan
atau persawahan, makna yang
terkandung pada perorangan adalah
‘hal orang’ atau ‘kumpulan orang’. Kedua makna itu tidak cocok dengan apa yang
dimaksud oleh konteks pada kalimat mengandung kata perorangan di atas. Perorangan dimaksudnya penulisnya adalah
‘hal seorang’, lawan kelompok atau lawan golongan’, atau otrang’.(Arifin dan Farid
Hadi,1991).
Misalnya:
Bentuk salah
(39) Olahraga ini dilaksanakan secara perorangan atau kelompok, baik di rumah
– rumah, lapangan, maupun di halaman – halaman kantor
(40) Mahasiswa itu menjadi juara 1 bulu
tangkis kategori perorangan.
(41) Olahraga lari iti dilaksanakan
secara perorangan,bukan kelompok.
Bentuk benar
(39a) Olahraga ini dilaksanakan secara perseorangan atau kelompok, baik di
rumah – rumah, lapangan, maupun di halaman – halaman kantor
(40a) Mahasiswa itu menjadi juara 1 bulu
tangkis kategori perorangan.
(41a) Olahraga lari iti dilaksanakan
secara perorangan,bukan kelompok.
14. Pemakaian
Simulfiks peng-/-an
Simulfiks peng-/-an mengandung makna ‘proses’, peng-/-an dalam penghabisan berarti ‘proses menghabiskan’, penanaman berarti ‘proses menanamkan’ penarikan berarti ‘proses menarik’.
Makna yang dikandung penghabisan
dalam konteks kalimat berikut tidak tepat. Menurut konteks kalimat ini, yang
dimaksudkan adalah kondisi habis atau kehabisan. Dengan begini kata kerja kehabisan akan berkolerasi
dengan kata benda yang berafiks peng-/-an,
menjadi penghabisan(Arifin dan Farid
Hadi,1991)
Misalnya:
Bentuk salah
(42) Sampai kapan pun aku akan tetap
berusaha sampai titik darah pengabisan
Bentuk benar
(42a) Sampai kapan pun aku akan tetap
berusaha sampai titik darah penghabisan
15. Pemakaian Gabungan Perfiks meng- dengan
sufiks –i
Kata bentukan membawahi sejajar betuk
dengan kata mengatasi. Masing – masing terdiri atas morfem meng + awal + bawah + atas + i. kata bawah sekategori dengan kata
atas, semuanya tergolong nomina. Karena kelas katanya sama – sama nomina dan
imbuhan yang melekatnya pun sama – sama meng-/-i,
arti yang terkandung oleh imbuhan itu seharusnya sama.
Misalnya:
Bentuk salah
(43) Seorang direktur jendral membawahi lima orang direktur
(44) Lima orang direktur mengatasi direktur jendral
(45) Seorang direktur jendral mengataskan lima orang direktur
Bentuk benar:
(43a) Seorang direktur jendral membawahkan lima orang direktur
(44a) Lima orang direktur mengataskan seorang direktur jenderal
(44b) Seorang direktur jenderal mengatasi lima orang direktur
(44c) Lima orang direktur mengataskan seorang direktur jenderal
16. Kesalahan Penulisan Kata depan
Kata depan, di, ke, dan dari terpisah
dari kata yang mengikuti nya, kecuali jika beberapa gabugan kata yang sudah
padu benar, seperti kepada dan daripada.
Misalnya:
Bentuk salah
(50) Dimana
ada Ana, di situ ada Irin
(51) Ibu sedang memasak didapur
(52) Saya pergi kesana-sini mencarinya
(53) Mari kita berangkat kemasjid
Bentuk benar
(50) Di
mana ada Ana, di situ ada Irin
(51) Ibu sedang memasak di dapur
(52) Saya pergi ke sana-sini mencarinya
(53) Mari kita berangkat ke masjid
Kata – kata yang dicetak miring di
bawah ini ditulis serangkai.
a. Daripada
b. Kepada
c. Kesampingkan
d. Dikeluarkan
e. Kemari
f. Kemarikan
17. Kesalahan karena Pleonasme
Kesalahan pada daerah sintaksis
berhubungan erat dengan kesalahan pada daerah morfologi karena pada kalimat
berunsurkan kata-kata. Itu sebabnya daerah kesalahan sintaksis berhubungan
misalnya karena pleonasme atau kalimat mubazir. Untuk mengetahui kesalahan
karena pleonasme diperlukan pengertian apa itu pleonasme. Pleonasme dapat
disebabkan oleh ketidaksengajaan penulis atau pembicara dalam menyampaikan
kalimat, ketidaktahuan penulis atau pembicara dan makna dan berlebih-lebihan
dalam kalimat yang disampaikannya, atau kesenjangan penulis atau pembicara
menyampaikan kalimat tersebut dengan maksud penekanan pada arti (intensitas).
Beberapa contoh Bentuk Kesalahan
Pleonasme
a.
Bentuk
pada frase turun ke bawah dan frase jauh sekali
misalnya:
(54) Tunggu ya, sebentar lagi saya turun ke bawah.
(55) Jangan pergi terlalu jauh sekali ya, nanti tersesat.
Perbaikan
(54) Tunggu ya, sebentar lagi
saya ke
bawah.
(55) Jangan pergi terlalu jauh ya, nanti tersesat.
Bentuk jamak
Perhatianlah penggunaan kata
berbagai, para, dan banyak pada kalimat (56) hingga (58) berikut.
Bentuk salah
(56) Menteri luar negeri akan
mengunjungi berbagai Negara – Negara
sahabat.
(57) Para duta – duta besar diharapkan dapat mempromosikan produk
Indonesia diluar negeri
(58) Manyak tombol – tombol yang dapat digunakan
Bentuk
benar
(56a) Menteri luar negeri akan
mengunjungi berbagai Negara sahabat.
(57a) Para duta besar diharapkan dapat mempromosikan produk Indonesia
diluar negeri
(58a) Banyak tombol yang dapat digunakan
Bentuk sangat atau sekali
(superlatif)
Misalnya:
Bentuk
salah
(59) Gadis itu sangat cantik sekali
(60) Baju itu sangat mahal sekali
(61) Penderitaan yang dialami amat sangat memilukan
Bentuk
benar
(59a) Gadis itu sangat cantik
(59b) Gadis itu cantik sekali
(60a) Baju itu sangat mahal
(60b) Baju itu mahal sekali
(61a) Penderitaan yang dialami amat memilukan
(61b) Penderitaan yang dia alami sangat memilukan
d.
Bentuk Resiprokal
bentuk salah
(62) Tentara dan gerilyawan saling tembak – menembak di tepi hutan.
(63) sesame pengemudi dilarang saling dahulu – mendahului.
(64) dalam pertemuan itu para
mahasiswa dapat saling tukar – menukar
informasi.
Bentuk benar
(62a) Tentara dan gerilyawan saling menembak di tepi hutan.
(62b) Tentara dan gerilyawan tembak – menembak di tepi hutan.
(63a) Sesama pengemudi dilarang saling mendahului.
(63b) Sesama pengemudi dilarang dahulu – mendahului.
(64a) Dalam pertemuan itu para
mahasiswa dapat saling menukar informasi.
(64b) Dalam pertemuan itu para
mahasiswa dapat tukar – menukar
informasi.
Bentuk
namun demikian
Misalnya:
Bentuk
salah
(65)
Namun demikian, situasi tahun ini
masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun lalu dalan soal sumbang
menyumbang PON.
Bentuk
benar
(65a)
Namun, situasi tahun ini masih lebih
baik jika dibandingkan dengan tahun lalu dalan soal sumbang menyumbang PON.
(65b)
Walaupun demikian, situasi tahun ini
masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun lalu dalan soal sumbang
menyumbang PON.
Bentuk
namun demikian merupakan bentuk rancu dari kata namun atau walaupun demikian.
Mungkin orang mengira bahwa arti namun bersinonim dengan kata walaupun.
Padahal yang benar adalah kata namun bermakna ‘tetapi’, sedangkan walaupun
bermakna ‘meskipun’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) kata namun
mengandung arti ‘walaupun demikian’ atau’meskipun demikian’.
Simpulan
Kesalahan pada daerah morfologi
berhubungan dengan tata bentuk tata. Dalam bahasa Indonesia kesalahan pada
bentuk morfologi berhubungan derivasi, diksi, kontaminasi dan pleonasme
(Pateda, 1989:53). Kesalahan yang berhubungan dengan derivasi, di antaranya kesalalahan
yang terkait afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Kesalahan yang ada kaitannya
dengan afiksasi berupa penambahan prefiks, infiks, sufiks, atau simulfiks
(konfiks). Kesalahan tersebut seperti:
1. Penulisan Prefiks meN-
2. Penulisan Gabungan Prefiks meN-
dengan Sufiks –kan
3. Penulisan Prefiks ter-
4. Penulisan Gabungan Prefiks di-
dengan Sufiks –kan
5. Penulisan Sufiks –wan
6. Penulisan Prefiks ber-
7. Pemakaian Sufiks –ir
8. Pemakaian Sufiks –an
9. Pemakaian sufiks –kan
10. Pemakaian Sufiks –asi atau
–isasi
11. Pemakaian Sufiks –nya
12. Pemakaian Simulfiks ke-/-an
13. Pemakaian Simulfiks per-/-an
14. Pemakaian Simulfiks peng-/-an
15. Pemakaian Gabungan Prefiks
meng- dengan Sufiks –i
16. Penghilangan Prefiks meN-
17. Kesalahan penulisan kata depan
Pleonasme dapat disebabkan oleh
ketidaksengajaan penulis atau pembicara dalam menyampaikan kalimat,
ketidaktahuan penulis atau pembicara dan makna dan berlebih-lebihan dalam
kalimat yang disampaikannya, atau kesenjangan penulis atau pembicara menyampaikan
kalimat tersebut dengan maksud penekanan pada arti (intensitas).
Daftar Pustaka
Markhamah
dan Sabardila, Atiqa. 2010. Analisis Kesalahan dan Karakteristik Bentuk
Pasif. Solo: Jagat Abjad.